Penetapan tanggal 1 Ramadhan 1433 H kembali membingungkan kaum muslim. Pertama, Muhammadiyah yang memakai metode wujudul hilal (hisab hakiki) menetapkan awal Ramadhan hari Jumat tanggal 20 Juli 2012. Alasannya, bulan (hilal) sudah wujud (ada) di atas ufuk waktu matahari terbenam pada Kamis tanggal 19 Juli 2012. Meskipun tidak bisa dilihat dengan teleskop sekalipun, lantaran dekatnya bulan dengan matahari, sehingga cahaya matahari yang begitu kuat (terang) menghilangkan wujud bulan. Metode ini telah diterapkan Muhammadiyah pusat periode Jarnawi tahun 1969. Ketetapan ini diperkuat lagi dengan musyawarah nasional tarjih Muhammadiyah tahun 2005 di Padang, dan disokong Persatuan Islam (Persis).
![]() |
Suasana Ramadhan 1433 H di Stasiun Parungkuda, Kabupaten Sukabumi |
Kedua, Pemerintah mengadakan sidang
Isbat yang akhirnya diputuskan bahwa tanggal 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada
tanggal 21 Juli 2012. Hal ini ditetapkan karena tidak ditemukannya hilal
disetiap wilayah 33 Propinsi Indonesia. Pemerintah selama ini menggunakan
metode rukyatul hilal dengan memantau keberadaan hilal di beberapa lokasi yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Perbedaan ini tentunya akan merambat pada penetapan tanggal Idul Fitri nantinya. Biasanya Muhammadiyah akan lebih dulu merayakan Idul Fitri daripada Pemerintah. Secara turun-temurun, saya dan keluarga mengikuti keputusan dari pemerintah.
Perbedaan ini tentunya akan merambat pada penetapan tanggal Idul Fitri nantinya. Biasanya Muhammadiyah akan lebih dulu merayakan Idul Fitri daripada Pemerintah. Secara turun-temurun, saya dan keluarga mengikuti keputusan dari pemerintah.
Dalam keluargaku masih adanya tradisi
munggahan. Dalam kamus bahasa sunda ‘munggahan’ berasal dari kata ‘unggah’, dalam arti Bahasa Indonesianya
adalah masuk ke tempat yang lebih tinggi. Karena dalam bahasa Sunda setiap kata
kerja yang ‘sedang dilakukan’ itu diberi akhiran ‘-an’, maka jadilah ‘munggahan’, artinya melakukan unggah.
Karena artinya kata kerja untuk masuk ke tempat yang lebih tinggi, maka orang
Sunda (terlebih kepada keluarga saya) lebih memaknai munggahan ini sebagai proses penyambutan diri menjelang bulan
Ramadhan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kami.
Munggahan ini
dilaksanakan satu hari sebelum hari puasa pertama. Pada hari munggahan ini biasanya keluargaku
mengundang keluarga-keluarga dekat untuk makan nasi liwet bersama. Nasi liwet
adalah nasi yang ditanak dengan berbagai macam bumbu. Hampir sama dengan nasi
uduk, namun nasi liwet tidak menggunakan santan. Cara memasaknya pun sangat
mudah, tinggal tumis bawang merah dan bawang putih, lalu masukkan ke dalam
beras yang sudah dibersihkan, masukkan juga daun salam, serai, garam, dan
jangan lupa airnya. Biasanya kami menghidang ikan teri atau ikan peda, tempe
oseng, sambal dan lalapan sebagai lauknya. Agar terasa lebih nikmat saat
menyantapnya, kami menggunakan satu lembar daun pisang sebagai alas nasi. Dalam
satu lembar daun itu, kami makan bersama-sama.
![]() |
Nasi liwet biasa menjadi sajian dalam tradisi Munggahan |
Bulan Ramadhan juga menjadi ajang
untuk berdagang, seperti ibu saya dan kakak-kakak perempuannya. Ketiga saudari
tersebut berjualan barang dagangan yang sama, yaitu kue lebaran. Di antara
mereka bertiga tidak ada persaingan, kerena masing-masing sudah mempunyai
pelanggan tetap setiap tahunnya. Biasanya pelanggan mereka adalah para buruh
pabrik, di mana daerah saya, Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, sudah menjadi
kawasan industri pabrik sejak dulu.
![]() |
Adik saya sedang melayani pembeli |
Selain berjualan kue lebaran, ibu
saya juga berjualan aneka macam makanan untuk buka puasa, seperti, kroket,
risoles, pastel dan kue sus. Sehabis sahur ibu tidak langsung tidur, namun
langsung menyiapkan dagangannya. Maklum, makanan yang dibuat oleh ibu lumayan
lama prosesnya, harus melalui beberapa proses. Biasanya sehabis sahur ibu
membuat kulit untuk kroket, risoles, pastel dan kue susnya. Barulah siang hari
dia membuat isinya. Sekitar pukul 3-4 sore, baru memasuki tahap penggorengan,
sehingga makanan untuk berbuka puasa masih bisa dinikmati dalam keadaan hangat.
Tidak hanya keluarga saya yang
memanfaatkan momen bulan Ramadhan ini untuk berdagang, tapi para
pedagang-pedagang dadakan lainnya juga. Mulai dari pukul 3 sore, di sepanjang
stasiun Parungkuda, banyak pedagang-pedagang yang menggelar lapak. Kebanyakan
dari mereka berjualan makanan dan minuman untuk buka puasa. Berbagai macam
makanan bisa kita temukan di sana. Mulai dari somay, batagor, bakso, rujak, es
kelapa, sampai es teh bisa kita dapat di sana. Selain makanan ada juga yang
berjualan mainan anak-anak, teka-teki silang (TTS), kembang api, penyewaan
gimbot (gamewatch/videogame), dan
juga burung. Stasiun menjadi tempat untukngabuburit di bulan puasa.
![]() |
Keluarga di rumah sedang membungkus kue-kue untuk dijual |
![]() |
Penjual mainan dan poster |
Ada kegiatan unik yang sudah menjadi
tradisi di setiap bulan Ramadhan di kampung saya, yaitu mengisi TTS. Sambil
menunggu waktu berbuka puasa, biasanya orang-orang di kampung saya mengisi TTS.
Saya pun mengikuti tradisi tersebut. Setiap pulang ke Sukabumi, saya pasti
mengunjungi stasiun untuk membeli 2 buku TTS. Namun ada yang aneh pada Ramadhan
tahun ini, saya tidak menemukan penjual TTS. Kebanyakan dari mereka menjual
mainan anak-anak dan poster-poster artis
boy band dari negara tetangga. Yah,
mulai tahun ini saya harus menghilangkan tradisi mengisi TTS tersebut.
Di setiap tahunnya kegiatan-kegiatan
tersebut selalu ada untuk menyambut bulan Ramadhan, namun hanya satu kegiatan
mengisi TTS yang tidak terjadi pada tahun ini. Tradisi mengisi TTS telah
berubah menjadi mengisi ruangan kamar dengan poster-poster boy band.
Dian Komala
Dian Komala
0 komentar:
Posting Komentar